Senin, 25 Mei 2009

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM

I. PENDAHULUAN

Dengan semakin meluas dan berkembangnya ilmu pengetahuan yang kita miliki maka akna terasa pula kebutuhan akan sesuatu pandangan mengenai keseluruhan yang mekiputi semuanya dan akan mempersatukan dan memperlihatkan semuanya itu dalam satu pandangan[1].

Keinginana untuk memperdalam dan menyatukan keinginan kita ini timbul dari dan sesuai kodrat manusia. Karena mnusia melebihi mahluk lainnya, justrukarena dia mempunyai pikiran, mempunyai jiwa-jiwa yanhg mengatsi materi belaka.

Memang benar tidak semua bangsa dapat mengembangkan filsafatnya sampai ke tingkat kesemurnaan, dan mencapai tingkat ilmiah. Akan tetapi dalam arti yang lebih luas yaitu bawasanya kebenaran itu ada biarpun hanya sedikit.

Oleh kaerenanya dalam makalah ini kami akan mencoba membahas apa itu filsafat, ilmu pengetahuan, filsafat ilmu pengetahuan an filsafat ilmu pengetahuan memnurut kacamata islam.dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Penertian Filsafat

2. Pengertian Ilmu Pengetahuan

3. Hubungan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan

4. Filsafat Ilmu Pengetahuan Menurut para Filosof Muslim

III. PEMBAHASAN

1. Pengertian Filsafat

Filsafat berasal dari kata “ Philoshophia “ kata ini berasal dari bahasa yunani yang berarti “ Cinta Akan Kebijaksannan “[2]. Menurut tradisi Phitagoras atau Sokkrates yang pertama-tama menyebut dirinya sebagai “ Philoshophus “ yaitu sebagai protes terhadap akum “ shophist “ atau kaum pelajar yang pada waktu itu menamakan dirinya “ Bijaksana “ padahal kebujaksanaan mereka hanyalah kebijaksanaan yang semu beklaka.

Namun secara akademik istilah filsafat merupakan suatu pandangan kritis yang sedalam-dalamnya sampai keakar-akarnya mengenai segala sesuatu yang ada. Filsafat dapat juga diartikan sebagai suatu pemikiran yang sistematik dan inklusif tentang alam semesta dimana manusia ada didalamnya.

Filsafat juga merupakan kegiatan berfikir manusia yang berusaha untuk mencaoai kebijhaksanaan dan ke’arifan. Ke’arifan merupakan buah pemikiran yang dihasilkan filsafat dari usaha mencari dan menghubungkan antara beberapa pengetahuan sehingga menghasilkan synopsis ( rangkuman ) tentang permasalahan yang dihadapinya.

2. Pengertian Ilmu Pengetahuan

Ilmu merupakan hasil dari aktifitas berfikir manusia untuk mengkaji berbnagai hal baik diri manusia itu sendiri maupun realitas di sekitarnya[3].

Pengertian al ‘Ilmu menurut iSlam adalah Suatu sifat yang dapat memberikan suatu pengertian kepada seseorang yang mencari secara sempurna[4]. Jadi semua pengetauhan yangmenjadikan seseorang dari tingkatan tidak tahu menjadi tahu dan dari yang belum faham ,menjadi faham tentang hakekat, prosedur dan fungsi dari suatu hal.

Sedangakan pengetahuan merupakan hasil proses usaha manusia untuk tahu yang dihasilkan dari kenal, sadar, mengerti dan faham[5].

Dalam Ensiklopedia Indonesia dapat kita temukan tentang pengertian Ilmu Pengetahuan yakni sebagai berikut :

Ilmu Pengetahuan merupakan suatu system dari berbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa menurut asas tertentu, sehingga menjadi kesatuan. Suatau system dari berbagai kesatuan pengalaman tersebut masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan yang dilakukan secara tekiti dengan menggunakan metode tertentu ( Deduktif dan Induktif ).

Maka secara mudahnya dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mensistemastiskan pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, namun hal ini dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan metode tetentu.

3. Hubungan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan

Filsafat dan Ilmu Pengetahuan merupakan sesuatu yang saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan antara keduanya bukanlah untuk dipertentangkan akantetapi untuk diserasikan agar saling melengkapi. Maka dalam hal ini perlu adanya perbaningan antara Ilmu dan Filsafat yaitu :


Ilmu Pengetahuan

a. Anak dari Filsafat.

b. menekankan fakta-fakta untuk melukiskan sebuah objek.

c. menggunakan metode eksperimen yang terkontrol sebagai cara kerja .untuk menguji sesuatu engan menggunakan pengindraan.

Filsafat

a. Merupakan induk dari Ilmu

b. Bukan hanya menekankan keadaan sebenarnya tapi juga bagaimana seharusnya objek itu difungsiakan

c. Menggunakan semua penemuan Ilmu Pengetahuan, menguji sesuatu berdasarkan pengalaman dengan memakai logika


Maka titik pangkal untuk menemukan persamaan dan perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut :

§ Persamaan

a. Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya dan menyelidiki objek selengkap-lengkapnya.

b. Keduanya memberikan kejelasan tentang sebuah kenyataan akan kebenaran yang telah didapat

c. Keduanya menggunakan metode-metode tetentu

§ Perbedaan

a. Objek material filsafat bersifat universal sedangakan ilmu pengetahuan bersifat khusus

b. Objek formal filsafat non fragmatis sedangakan ilmu pengetahuan bersifat pragmatis

c. Filsafat memberikan penjelasan yang mendalam sedangkan ilmu tidak demikian

Filsafat dan ilmu pengetahuan merupaka dua hal yang sangat penting dan harus saling melengkapi. Tetapi harus pula saling menghormati dan mengakui batas-batas dan sifat masing-masing. Hal inilah yang sering dilupakan dan menimbulkan bermacam-macam kesukaran dan persoalan yang seharusnya tidak perlu diperdebatkan. Misalnya apabila seorang dokter mengatakan “ waktu saya mengoperasi seorang pasien belum pernah saya melihat jiwanya, jadi manusia itu tidak mempunyai jiwa “ maka ia tekah menginjak lapangan lain , meloncat dari lapngannya sendiri kepada lapangan filsafat sehingga kesimpulan tersebut menjadi tidak benar.

4. Filsafat Ilmu Pengetahuan Menurut para Filosof Muslim

v Al Farabi

Manusia menurut Farabi memiliki potensi untuk menerima bentuk-bentuk pengetahuan yang terpahami (ma’qulat) atau universal-universal. Potensi ini akan menjadi aktual jika ia disinari oleh Intelek Aktif. Pencerahan oleh Intelek Aktif memungkinkan transformasi serempak intelek potensial dan obyek potensial ke dalam aktualitasnya. Al-Farabi menganalogkan hubungan antara akal potensial dengan Akal Aktif seperti mata dengan matahari. Mata hanyalah kemampuan potensial untuk melihat selama dalam kegelapan, tapi dia menjadi aktual ketika menerima sinar matahari. Bukan hanya obyek-obyek indrawi saja yang bisa dilihat, tapi juga cahaya dan matahari yang menjadi sumber cahaya itu sendiri.[6]

Di samping itu, intelek manusia sendiri memiliki apa yang disebut dengan pengetahuan primer. Pengetahuan primer ada dengan sendirinya dalam intelek manusia dan kebenarannya tidak lagi membutuhkan penalaran sebelumnya. Pengetahuan ini misalnya bahwa tiga adalah angka ganjil atau bahwa keseluruhan lebih besar dari bagiannya.

Intelek potensial yang sudah disinari akan berubah menjadi bentuk yang sama dengan pengetahuan primer yang diterimanya sebagai bentuk tersebut. Untuk menggambarkan proses ini, al-Farabi menganalogkan dengan sepotong benda yang masuk ke dalam lilin cair, benda terseut tidak hanya tercetak pada lilin, tapi ia juga merubah lilin cair tersebut menjadi sebuah citra utuh benda itu sendiri sehingga ia menjadi satu. Atau, bisa juga dianalogkan dengan sepotong kain yang masuk ke dalam zat pewarna. Perolehan aktualitas oleh akal potensial menjadi sempurna jika proses ini tidak hanya berkaitan dengan pengetahuan primer, tapi juga dengan pengetahuan yang diupayakannya. Pada tahap ini, intelek aktual merefleksikan dirinya sendiri. Kandungan intelek aktual adalah pengetahuan murni. Intelek aktual dapat mengetahui dirinya sendiri karena ia merupakan intelek sekaligus pengetahuan itu sendiri. Ketika intelek aktual sudah sampai pada tahap ini, ia menjadi apa yang disebut al-Farabi dengan intelek perolehan atau al-aql al-mustafad atau acquired intelect.

Dengan demikian, intelek perolehan merujuk pada intelek aktual ketika mencapai tahap mampu memposisikan diri sebagai pengetahuan (self-intelligible) dan bisa melakukan proses pemahaman tanpa bantuan kekuatan lain (self-inttellective). Intelek perolehan adalah bentuk intelek manusia paling tinggi. Intelek perolehan adalah yang paling mirip dengan dengan Intelek Aktif karena keduanya memiliki kandungan yang sama. Di samping itu, akal perolehan juga tidak membutuhkan raga bagi kehidupannya dan tidak membutuhkan kekuatan fisik badani untuk aktifitas berpikirnya.

v Al Kindi

Al-Kindi telah menulis hampir seluruh ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat itu. Tetapi, di antara sekian banyak ilmu, ia sangat menghargai matematika. Hal ini disebabkan karena matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi siapa saja yang ingin mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting sehingga tidak mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih dulu menguasai matematika. Matematika di sini meliputi ilmu tentang bilangan, harmoni, geometri dan astronomi.

Al-Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga: daya bernafsu (appetitive), daya pemarah (irascible), dan daya berpikir (cognitive atau rational). Sebagaimana Plato, ia membandingkan ketiga kekuatan jiwa ini dengan mengibaratkan daya berpikir sebagai sais kereta dan dua kekuatan lainnya (pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor kuda yang menarik kereta tersebut. Jika akal budi dapat berkembang dengan baik, maka dua daya jiwa lainnya dapat dikendalikan dengan baik pula. Orang yang hidupnya dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu birahi dan amarah diibaratkan al-Kindi seperti anjing dan babi, sedang bagi mereka yang menjadikan akal budi sebagai tuannya, mereka diibaratkan sebagai raja.

Menurut al-Kindi, fungsi filsafat sesungguhnya bukan untuk menggugat kebenaran wahyu atau untuk menuntut keunggulan yang lancang atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat haruslah sama sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi menuju kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi wahyu.

Ia mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala sesuatu sejauh jangkauan pengetahuan manusia. Karena itu, al-Kindi dengan tegas mengatakan bahwa filsafat memiliki keterbatasan dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal mukjizat, surga, neraka, dan kehidupan akhirat. Dalam semangat ini pula, al-Kindi mempertahankan penciptaan dunia ex nihilio, kebangkitan jasmani, mukjizat, keabsahan wahyu, dan kelahiran dan kehancuran dunia oleh Tuhan.[7]

v Ibnu Sina

Ibnu Sina mengembangkan kosep logikanya kurang lebih semodel dengan komentar al-Farabi tentang Organon-nya Aristoteles. Filsafat Logikanya bisa ditemukan dalam kitabnya yang berjudul al-Najat dan dalam beberapa bagian penting karya yang lain yang berjudul al-Isharat. Dalam sebuah monograf ringkas tapi sangat penting yang berisi tentang ‘Klasifikasi Ilmu Pengetahuan”, Ibn Sina membagi pengetahuan logika ke dalam sembilan bagian yang berbeda, yang berkaitan dengan delapan buku Aristoteles yang didahului oleh Isagoge-nya Prophyry, salah satu buku yang sangat terkenal di Timur pada abad pertengahan.

Bagian pertama, berhubungan dengan Isagoge, adalah filsafat umum tentang bahasa yang berkaitan dengan pembicaraan dan elemen-elemen abstraknya. Kedua, berkaitan dengan ide-ide sederhana dan abstrak, yang dapat diterapkan pada semua hal, dan disebut oleh Aristoteles dengan kategori. Ketiga, berkaitan dengan kombinasi dari ide-ide sederhana tersebut untuk menyusun proposisi yang dinamakan Aristoteles dengan hermeneutika dan oleh filosof Muslim dengan al-ibarah atau al-tafsir. Keempat, mengkombnsikan proposisi dalam bentuk-bentuk silogisme yang berbeda dan merupakan bahasan pokok First Analytics Aristoteles, yaitu analogi (al-qiyas). Kelima, mendiskusikan berbagai hal yang harus dipenuhi oleh premis-premis yang darinya rangkaian reasoning dijalankan dan ini disebut dengan Second Analytics, yaitu pembuktian (al-burhan). Keenam, mempertimbangkan sifat dan batas-batasan penalaran yang mungkin, yang berkaitan dengan Topic-nya Aristoteles, yaitu perdebatan (al-jadl). Ketujuh, membicarakan kesalahan penalaran logis, intensional atau yang lain, dan ini disebut Sophisticii atau kesalahan-kesalahan (al-maghalit). Kedelapan, menjelaskan seni mempersuasi secara oratorikal dan ini disebut Rhetoric atau pidato (al-khatabah). Kesembilan, menjelaskan seni mengaduk jiwa dan imajinsi pendengar melalui kata-kata. Ia adalah puisi (al-shi’r) atau Poetics-nya Aristoteles yang dianggap filosof Muslim menjadi bagian dari Organon logisnya.

Logika digunakan Ibn Sina dalam pengertian yang luas. Logika silogistik dianggapnya hanya bagian darinya. Sekalipun Ibn Sina memberikan logika posisi yang sangat penting di antara ilmu-ilmu yang lain, dia pada saat yang sama juga mengakui batas-batasnya. Fungsinya, dia jelaskan sangat jelas, bisa juga digunakan untuk hal yang negatif. Tujuan utamanya adalah menyediakan bagi kita beberapa aturan yang akan mengarahkan kita agar tidak jatuh ke dalam kesalahan penalaran. Jadi, logika tidak menemukan kebenaran baru, tapi membantu kita untuk menggunakan kebenaran yang telah kita miliki tersebut dengan baik dan mencegah kita dari dari penggunaan yang salah atas kebenaran tersebut.

Penalaran, menurut Ibn Sina, berawal dari terma-terma khusus yang diterima dari luar. Ini merupakan data awal pengalaman atau prinsip-prnsip pertama pemahaman. Rangkaian deduksi dihasilkan dari pengetahuan, diturunkan dari pengetahuan yang mendahului, dan ini bukan tidak terbatas. Ia harus memiliki starting point yang menjadi pondasi dari keseluruhan struktur logika. Starting point ini tidak didirikan di dalam logika itu sendiri, tapi di luarnya.

Ini secara jelas mengindikasikan bahwa logika seperti itu semata-mata sistem formal, tidak terkait dengan kebenaran atau kesalahan. Isi kebenaran dari sistem tersebut tidak datang dari dalam, tapi dari luar, yaitu dari data pengalaman pertama.

Deskripsi atau definisi pertama dibentuk dari pengalaman langsung atau ide-ide dan kemudian disusun dengan menggunakan argumen-argumen. Ibn Sina menyarakan untuk menggunakan justifikasi pragmatis terhadap definisi dan argumen: dengan definisi, seseorang dapat merepersentasikan obyek dan dengan argumen, dia dapat melakukan persuasi.

Ibn Sina menjelaskan bahwa pengalaman dan penalaran memiliki andil yang sama dalam formasi dan pertumbuhan data seorang ilmuwan. Dengan melihat pengetahuan kita secara umum, terlihat ada keyakinan dasar tetentu yang semua orang mengakuinya berdasarkan perasaan bersama (common feeling), atau karena opini dari orang-orang terdidik yang tidak bertentangan dengan orang-orang awam. Sebagian muncul dari kebiasaan-kebiasaan yang terbiasakan sejak masa kanak-kanak dan yang lain berdasarkan atas pengalaman hidup. Semua keyakinan-keyakinan dasar ini bergandengan dengan prinsip pertama penalaran yang diproduksi dalam diri manusia oleh daya intelektualnya dengan mensyaratkan usaha sadar untuk mengarahkannya kepada kebenaran-kebenaran tersebut. Sejauh prinsip-prinsip pertama ini diperhatikan, pikiran merasakan dirinya sendiri meyakini validitasnya dan bahkan tidak menyadari bagaimana keyakinan tersebut muncul. Ini memang benar, misalnya, aksioma matematis, contohnya, bahwa keseluruhan lebih besar dari sebagian, atau hukum pemikiran semisal A sama dengan B dan pada saat yang sama tidak sama dengan B.

Ketika membicarakan bentuk dan materi definisi dan argumen, Ibn Sina membedakan antara definisi, deskripsi dan ringkasan. Pertama, apakah sesuatu itu, dan bagaimana ia sesungguhnya. Kemudian, di mana ia, dan terakhir mengapa ia seperti itu. Ini adalah aplikasi kategori Aristotelian terhadap pengetahuan dunia fenomena

IV. KESIMPULAN

Filsafat merupakan suatu pandangan kritis yang sedalam-dalamnya sampai ke akar-akarnya mengenai segala sesuatu yang ada.

Sedangkan Ilmu Pengetahuan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mensistematiskan pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakn metode tertentu.

Maka Pengertian Filsafat Ilmu Pengetahuan itu sendiri adalah suatu pandangan yang secara kritis untuk mengetahui sebuah objek secara sistematis yang berasal dari pengalaman dan pengamatan sehai-hari dengan metode tertentu ( Induktif dan Deduktif )

Jadi hubungan antara filsfat dan ilmu pengetahuan bagaikan dua buah pengertian yang harus sling melengkapi dan harus saling menghormati antara kekurangan dan kelebuhan dari masing-masing pihak sehingga tidak menimbulkan salah penafsiran dalm pengamalannya.

V. PENUTUP

Demikianlah makalah yang dapat kami sajiakn kami menyadari bahwa banyak sekali kekurangan yang ada dalam makalah ini sehingga kritik dan saran yang membangun sangatlah kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin…………..

VI. REFERENSI

Ø Tim Dosen fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, liberty, yogyakarta, 203, hal 147

Ø Drs Burhanuddin Salam, Logika Materiil: Filsafat Ilmu Pengetahuan, Rineka cipta, 1997

Ø Abdul Hamid Hakim,Mabadi al Awaliyah fi Ushulil Fiqh wa Qowaidul Fiqhiyah,Maktabah Sa’diyah Putra,Jakarta,1928 hal 8

Ø http://averroes.or.id/2007/12/11/al-farabi-menguasai-hampir-setiap-subyek-yang-dipelajari/



[1] Drs.Burhanuddin salam, Logika Materiil,;Filsafat Ilmu Pengetahuan,Rineka Cipta,1997, hal 2

[2] Ibid hal 46

[3] Tim Dosen Fakultas Filsafat UGM,Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengtahuan, Liberty,Yogyakarta,2003,hal 147

[4] Abdul Hamid Hakim,Mabadi al Awaliyah fi Ushulil Fiqh wa Qowaidul Fiqhiyah,Maktabah Sa’diyah Putra,Jakarta,1928 hal 8

[5] Op Cit Logika Materiil, hal 28

[6] http://averroes.or.id/2007/12/11/al-farabi-menguasai-hampir-setiap-subyek-yang-dipelajari/

[7] http://averroes.or.id/2007/12/11/al-kini-sejarah-singkat-dan-pemikirannya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar