Senin, 25 Mei 2009

KEBENARAN DALAM ILMU ISLAM

I. PENDAHULUAN

Sebagai seorang insan yang dibekali akal dan fikiran manusia dituntut untuk selalu berfikir dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, dalm proses ini tentu dibutuhkan adanya ilmu pengetahuan guna mengembangkan potensi yang ia miliki.

Dalm sejarah ilmu pengetahuan tercatat bahwa ada dua dimensi dari manusia yang diyakini sebagai sumber kebenaran dan telah lama berkembang didunia barat yakni sumberkebenaran melelui indrawi dan akal rasional.

Segala sesuatu yang tidak berasak dari kedua hal tersebut seakan-akan tidak dianggap sebagai suatu kebenaran karena tidak logis dan tidak masuk akal.

Sedangkan dimensi lain dari manusia selain indrawi dan rasio, juga terdapat Al Qolb, Al Ruh, dan fitroh., namun sayangnya tiga dimensi ini tidak mendapat perhatian yang serius dari dunia ilmu pengetahuan dan bahkan belum diakui sebagai sumber kebenaran dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Dalam menentukan suatu kebenaran pada dasarnya kita mengukurnya berdasarkan dua kemungkinan yaitu kebenaran apriori ( hipotesis ) dan kebenaran aposteori ( empiris ). Kebenaran Apriori yaitu kebenaran berdasarkan akal semata, secara logika tanpa memerlukan bukti empirisa Sedangkan kebenaran Apostiori adalah kebenaran setelah pengamatan, adanya kebenaran yang ditemukan dilapangan melalui suatu abstraksi berupa ukuran-ukuran dari wujud yang ingin diketahui. Kebenarannya seperti ini adalah kebenaran ilmu pengetahuan yang saat ini banyak berlandaskan teori mengenai ilmu pengetahuan dari Kant, Comte dan sebagainya[1].

Dalam pendangan hermeneutika tentang agama dan keberagamaan dikatakan bawasanya agama adalah mutlak sedangkan pemikiran manusia adalah relatif, karena itu propduk berfikir dari manusia juga relatif kebenarannya.padahal paradigma semacam ini tentu saja akan merelatifkan semua pemikiran manusia tentang sebuah kebenaran, berarti ketika kita kaitkan dengan islam maka bisa jadi pemikiran ulama” zaman dahulu ( ijtyihad ) bisa diragukan kebenarannya dengan paradigma ini karena semua ijtihad ulama’ adalah hasil pemikiran yang bersifat relatif.

Berawal dari pemahaman yang demikian maka tidak akan ada kebenaran yang dapat diterima oleh semua pihak

II. PERMASALAHAN

1. Apa hakekat dari subuah kebenaran

2. Teori kebenaran

3. Macam-macam kebenaran

4. Kebenaran menurut islam

5. Pembuktian kebenaran dalam Islam

III. PEMBAHASAN

Ø Hakekat kebenaran

Kata " kebenaran dapat digunakan sebagai suatau kta yang konkret maupun abstrk. Jika subjek hendak mengatakan kebenaran artinya adalah prposisi yang benar. Namun apabila menyatakan kebenran bahwa proposisi yang diuji itu pasti memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan an nilai. Hal yang demikian itu karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat dan hubungan nilai itu sendiri[2].

Plato pernah berkata " Kebenaran itu adalah kenyataan " tetapi bukanlah kenyataan itu tidak selalu yang seharusnya terjadi. Kenyataan yang terjadi bias saja berbantuk ketidakbenaran. Jadi ada dua pernyataan yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi di suatu pihak dan kebenaran yang berarti lawan dari keburukan.

Dalam menentukan suatu kebenaran pada dasarnya kita mengulurkannya berdasarkan dua kemungkinan yaitu kebenaran apriori ( Hipotesis ) dan kebenaran Aposteori ( enpiris ). Apriori Artinya kebenaran yang berdasarkan akal semata, secara logika tanpa memerlukan bukti empiris. Sedangkan kebenaran Aposteori yaitu kebenaran yang terjadi setelah pengalaman, artinya kebenaran yang dilakukan melalui seatu abstraksi berupa ukuran-ukuran dari wujud yang ingin diketahui. Kebenaran seperti ini adalah kebenaran ilmu pengetahuan yang saat ini banyak berlandaskan teori mengenai ilmu pengetahuan dari kant, comte dan lain sebagainya[3].

Ø Teori kebenaran

Dalam menentukan sebuah kebenaran maka pere filosof membagi kebenaran itu sendiri menjadi tiga macan yaitu Korespondensi, koherensi dan pragmatis.

a. Teori Kebenaran Korespondensi

Teri kebenaran korespondensi merupakan teori kebenaran yang paling awal dan paling tua yang berangkat dari teori pengetahuan Aristoteles yang menyatakan segala sesuatu yang kita ketahui dapat dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh subjek[4].

Teori ini dapat dikatakan bahwasanya sebuah kebenaran akan dianggap benbar apabila relevan dengan sesuatu yang lain. Pendapat yang lain mengatakan bawasanya kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang fakta dengan fakta itu sendiri, atau kesesuaian antara pemberitaan yang kita lakukan dengan kenyataan yang terjadi. Teori ini paling diterima oleh kalangan kelompok realistis[5].

Maka secara mudahnya kebenaran menurut teori korespondensi adalah kesesuaian antara sebuah pernyataan dengan kenyataan yang sebenarnya. Contoh jika seorang mengatakan “ STAIN Kudus terletak di desa Ngembalrejo “. Maka pernyataan ini adalah benar karena pernyataan tersebut sesuai denagn kenyataan yang faktual dan memang STAIN Kudus benanar-benar terletak di Desa Ngembalrejo. Dan ketika ada orang lain mengatakan “ STAIN Kudus Terletak Di Desa Jekulo “ maka hal ini patut dipersalahkan sebab objek tidak sesuai dengan pernyataan diatas dan secara faktual STAIN Kudus tidak terletak di Desa Jekulo tapi di Desa Ngembalrejo.

Dalam teori ini adanya keyakinan seseorang ayau tidak, tidak dapat berpengaruh. Kebenaran dan kesalahan dalam teori ini adalah tergantung pada kesesuaian pernyataan dengan fakta sebenarnya di lapangan.

b. Teori Kebenaran Koherensi

Berbeda dengan teori sebelumnya bawasanya dalam teori ini pernyataan akan dianggap benar apabila pernyataan tersebut konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang sudah dianggap benar[6]. Dengan kata lain sebuah pernyataan akan dianggap benar apabila sesuai dengan pernyataan yang memiliki hirarkhi yang lebih tinggi. Maka secara mudahnya kebenaran dalam teori ini adalah jika sebuah pernyataan sesuai dengan pernyataan yang lain yang sudah terbukti kebenarannya secara logis[7].

Teori ini sering disebut sebagai teori konsistensi karena menyatakan bahwa kebenaran itu tergantung pada adanya hubungan diantara ide-ide secara cepat, yaitub ide-ide yang sebelumnya diterima sebagai kebenaran[8].

Misalkan Seseorang berkata “ setiap yang hidup pasti membutuhkan air “ merupakan sesuatu yang benar secara logis, maka pernyataan “ tumbuhan merupakan mahluk hidup maka tumbyha pasti memerlukan air “ adalah benar pula, sebab pernyataan yang kedua sesuai dengan pernyataan yang pertama yang sudah terbukti secara logis.

Pernyataan seperti ini sama dengan sebuah pernyataan aritmatik menyatakan 2 x 2 = 4, maka jika seseorang mengatakan 2 x 2 = 5 adalah sebuah kesalahan dan akan terlihat secara jelas tanpa harus meneliti secara lanjut karena adanya ketidak sesuaian dengan pernyataan yang lain yang menyatakan bawasanya 2 x 2 = 4

c. Teori Kebenaran Pragmatis

Pada Umumnya teori ini memandang kebenaran menurut segi kegunaannya. Kegunaan yang dimaksud disini adalah sejauh mana konsep kebenaran itu direalisasikan sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Dalam referensi yang lain dikatakan bahwa kebenaran menurut teori ini adalah persesuaian antara ide dengan fakta, dan arti ide disini adalah kegunaan praktis[9]. Maka secara mudah dapat disimpuklan bawasanya kebenaran menurut teori ini adalah kesesuaian pernyataan yang paling memungkinkan seseorang melakukan sesuatu yang paling berhasil dan tepat guna.

Misalkan pernyataan berikut “ Berpergian dengan menggunakan motor lebih cepat daripada dengan menggunakan sepeda “ . Pernyataan seseorang yang berpergian menggunakan motor memeng lebih cepat dari pada oarang yang hanya menggunakan sepeda dan hal ini sesuai dengan kenyataan yang bersifat logis.

John Dewey memberikan ilustrasi tentang kebenaran ini sebagai berikut: Dimisalakan seseorang tersesat ditengah hutan, kepada diri kita sendiri kita yakin bawasanya “ jalan keluarnya adalah ke arah kiri “ pernyataan ini akan berarti jika kita benar-benar melangkah ke arah kiri. Selanjutnya pernyataan ini benar apabila arah kiri itu pada ahirnya mengakibatkan konsekuensi positif yauitu dapat benar-benar membaea kita keluar dari hutan. Jadi kebenaran menurut teori ini bergantung pada kondisi-kondisi yang berupa manfa’at, kemum\ngkinan dapat dikerjakan dan konsekuensi yang memuaskan[10].

Kriteria kebenaran dalam teori ini cenderung menekankan pada beberapa pendekatab antara lain :

· Yang benar adalah yang dapat memuaskan keinginan kita

· Yang benar adalah ayng dapat dibuktikan dengan eksperimen

· Yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis.

Oleh karena teori kebenaran yang lain cenderung lebih bersifat saling menyempurnakan dari pada saling bertentangan maka teori tersebut dapat saling bertenntangan, maka teori tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran.

Kebenaran adalah persesuaian dari opertimbangan dan ide kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti apa adanya.akan tetapim karena kita dalam situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah pertimbangan tersebut dengan konsistennya dengan pertimbangan yang lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faedahnya akibat-akibatnya yang peraktis[11].

Akan tetapi dalam referensi yang lain kami menemukan adanya dua teori kebenaran yang lain selain dari tiga teori diatas yaitu teori kebenaran Performatif dan teori kebenaran Redudantif[12].

a. Teori kebenaran Performatif

Yaitu teori kebenaran yang mana Kebenaran adalah pernyataan yang mampu menciptakan realitas, bukan mengungkapkan realitas. Misalkan seseorang berkata “ Setelah lulus SMA saya akan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi “, maka apabila orang tersebut setelah lulus memang benar-benar melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi maka pernyataan oarang tersebut dianggap suatu kebenaran.

b. Teori Kebenaran Redudantif

Adalah teori yang mengungkapkan bawasanya kebenaran yaitu kebenaran adalah pernyataan yang sudah logis dan terulang-ulang . Misalkan pernyataan “ adalah benar jika gula dimasukkan kedalam air maka gula tesebut akan larut “, sebenarnya tanpa adanya pernyataan yang tersebut memang sudah terbukti ba\wasanya jika gula dimasukkan kedalam air maka akan lerut dengan sendirinya dan hal iru sudah terbukti secara logis.

Ø Macam-macam kebenaran

Sebelum kita melangkah jauh untuk meneliti tentang macam-macam kebenaran maka sebelumnya tidaklah cukup dengan hanya mengerti apa arti akan tetapi kita harus menginjak lebih jauh dan harus mengetahui tentang apa yang menjadi objek kajian didalamnya, dan akan dimungkinkan adanya perbedaan antara satu dengan yang lainnya.

Perbedaan tersebut dikarenakan pengetahuan yang dihasilakan masing-masing individu berbeda disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan manusia itu sendiri.

Adapun dalam kebenaran terbagi menjadi dua buah yaitu Kebenaran Ilmiah dan Non Ilmiah.

a. Kebenaran Ilmiah

Kebenaran ilmu pengetahuan merupakan sebuah pengetahuan yang jelas dari suatu objek materi yang dicapai menurut objek formal dengan metode yang sesuai dan relevan.

Kebenaran dalam berfilsafat ada tiga macam, yang mana untuk membedakan tentang objek apakah yang akan kita uji, Yakni dalam suatu kebenaran yang kita peroleh diperlukan sebuah penelitian maupun penalaran logika ilmiah.

· Kebenaran pragmatis

· Kebenaran Koresponden

· Kebenaran Koheren

b. Kebenaran Non ilmiah

Kebenaran non ilmiah artinya kebenaran yang diperoleh berdasarkan penalaran logika ilmiah. Adapun kebenaran non ilmiah dibagi menjadi empat yaitu :

a. Teori kebenaran Proposis

Suatu kebenaran dapat diperoleh apabila proposisi-proposisinya tidak lain adalah suatu pernyataan yang kompleks, misalkan kita tahu bahwa 1/2 gelas yang berisi air kalau dilukis akan memiliki gambar yang sama dengan 1/2 gelas yang kosong.

b. Teori kebenaran Performatif

Suatu dianggap benar apabila memang dapat diaktualkan dalam sebuah tindakan.

Aristoteles menyatakan bahwa kebenaran itu subjektif, kebenaran seseorang tidaklah benar seluruhnya terhadap orang lain. Artinya kebenaran terkadang berubah sesuai dengan pola piker manusia atau paradigmanya.

c. Teori kebenaran Sintaksis

Adalah teoru kebenaran tata bahasa, sebab teori ini dipengaruhi oleh kejiwaa dan ekspresi maka yang menerimanya adalah mereka yang memiliki keterkaitan kejiwaan bahkan terobsesi apalagi jika tata bahasanya mengandung nuansa rasa.

d. Teori kebenaran Logika

Adalah kebenaran yang sebenarnya telah menjadi fakta, dan merupakan suatu pemborosan dalam pembuktiannya.

Misalkan lingkara harus berbentuj bulat. Para ahli menganggap dengan dalil aksioma yang tidak perlu dibuktikan, namun sebenarnya pembuktian itu berawal dari keraguan dan untuk meyakinkannya perlu mencari titik temu antara agama dan ilmu. Misalkan apakah Muhammad sebagai nabi.

Ø Sifat-sifat kebenaran[13]

a. Deskriptif

Sifat ini terdapat dalam pernyataan proposisi atau keyakinan yang mana (a) bersifat mesti, yakni secara analisis ia benar. Misalkan jika pmenyiratkan q, dan p adalah kasus, maka q juga kasus. Atau (b) bersifat kemungkinan, yakni secara empiris ia benar. Misalkan “ bumi itu bulat “ kebenaran berfungsi sebagai kata sifat, seperti mkeyakinan yang benar.

b. Instrumental

Sifat ini terdapat dalam suatu keyakinan yang menjadi pembimbing bagi pemikiran dan tindakan untuk meraih kesuksesan. Misal : Bertindak dengan keyuakinan bahwa sifat api itu membakar dan dapat mencegah seseorang dari kebakaran. Kebakaran di sini berfungsi sebagai kata keterangan , yakni seseorang mempunyai keyakinan dengan benar bahwasanya dia dapat mencegah kebakaran.

c. Substansif

Sifat ini didasarkan pada kenyataan misalkan “ Tuhan adalah kebenaran” jadi kebenaran di sini berfungsi sebagai kata benda.

d. Eksistensial

Sifat ini didasarkan pada salah satu jalan hidup atau komitmen puncak seseorang misalkan “Hidup lebih baik dari pada sekedar mengetahui kebenaran” kebenaran berfungsi sebagai kata kerja.

Ø Kebenaran menurut Isalam

Menurut konsep islam bahwa keadilan tidak sama dengan sikap netral, sebab keadilan itu adalah berpihak pada kebenaran. Sedang masalahnya adalah bagaimana seseorang itu dapat berpihak pada kebenaran jika kebenaran itu masih diragukan.

Dalam islam kebenaran substabsial dan esensial ayat-ayat al Quran bersifat deterministik, namun kebenaran tafsiran dan pemakaian bersifat indetermantik yaitu dapat dikembangkan secara luas dan terus-menerus. Bagi manusia disediakan kawasan indhetermunistik yaitu kawasan untuk menjangkau kebenaran empiric sensual, kebenaran empiric logis, kebanaran empiric etik, kebenaran empiric mu'amalah terhadap manusia.

Ø Pembuktian kebenaran dalam Islam

Dalai isslam kebenaran hanya satu, bila dukaitkan dengan kebenaran disisi Allah. Akan tetapi bila dukaitkan dengan interprestasi yang dilkukan manusia dalam mencari kebenaran tersebut, maka ahirnya akan melahirkan perbedaan dan pertentangn.

Misalkan 2 = 2 = 4, 2 +2 = 6

Teori ini mudah diterima, tetapi bila persoalannya manyangkut interprestasi atas ajaran agama, maka persoalannya menjadi berbeda sama sekali.

Al Qur'an menguraikan berbagai persoalan hidup dan kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan fenomenanya. Uraian sekitar persoalan tersebut sering disebut aat kauniyah. Tidak kurang dari 450 ayat yang menguraikan hal tersebut. Dan selain itu juga terdapat ayat Qouliyah[14]

IV. KESIMPULAN

Kebenaran merupakan pernyataa yang sesuai dengan kenyataan, baik itu telah terkadi atupun yang akan terjadi.

Teori kebenaran dibagi mejadi :

a. Teori Kebenaran Korespondensi

b. Teori Kebenaran Koherensi

c. Teori Kebenaran Pragmatis

Adapun macam-macam kebenaran dibagi menjadi dua yaitu kebenaran ilmiah (merupakan sebuah pengetahuan yang jelas dari suatu objek materi yang dicapai menurut objek formal dengan metode yang sesuai dan relevan) dan kebenaran non ilmiah (kebenaran yang diperoleh berdasarkan penalaran logika ilmiah.)

Kebenaran dalam islam sendiri kebenaran disandarkan kepada apa saja yang bersumber dari wahyu, alam dan manusia. Dan bagi Islam sendiri mengakui kebenaran bila yang empirik faktualkoheren dengan kebenaran trandensental berupa wahyu.

V. PENUTUP

Dari uraian kami diatas semoga dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi kita. Dan kami mohon kritik serta saran dari teman-teman sekiranya dalam makalah ini terdapat kekurangan yang sekiranya dapat membangun kami agar menjadi lebih baik dilain kesempatan.

VI. REFERENSI

v Prof.Dr.H.Noeng Muhajir, Filsafat Ilmu, Rakesarasin, Yogyakarta, 2001

v Ulya M.Ag, Hand Out ( filsafat Ilmu ), STAIN Kudus, hal 20

v Suparlan Suhartono, M.Ed, P.Hd, Dasar-Dasar Filsafat, Ar Ruz Maedia, Yogyakarta, 2004 hal 107

v Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta, 1996

v Milton D Hunnex, Peta Filsafat, Teraju, Jakarta, 2004

v Drs Surajio, Ilmu Filsafat, Bumi Aksara, Jakarta, 2005

v Prof dr Sutarjo A Wiramiharja. P.Si, Pengantar Filsafat, PT Refika Aditama, Bandung, 2006



[1] Prof.Dr.Suterdjo A Wiramihardja.P.Si, Pengantar Filsafat, PT Refika Aditama, Bandung, 2006, hal 23

[2] Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta, 1996, hal 112

[3] Prof dr Sutarjo A Wiramiharja. P.Si, Pengantar Filsafat, PT Refika Aditama, Bandung, 2006, hal 23

[4] Drs Surajio, Ilmu Filsafat, Bumi Aksara, Jakarta, 2005, hal 58

[5] Drs.H.Fathul Mufid M.Si, Buku Daros ( Filsafat Ilmu Islam ), STAIN Kudus, 2008, hal 93

[6] Drs.H.Fathul Mufid M.Si, Ibid, hal 94

[7] Ulya M.Ag, Hand Out ( filsafat Ilmu ), STAIN Kudus, hal 20

[8] Suparlan Suhartono, M.Ed, P.Hd, Dasar-Dasar Filsafat, Ar Ruz Maedia, Yogyakarta, 2004 hal 107

[9] Prof.Dr.H.Noeng Muhajir, Filsafat Ilmu, Rakesarasin, Yogyakarta, 2001, hal 18

[10] Suparlan Suhartono, M.Ed, P.Hd, Op Cit, hal 110

[11] Drs.H.Fathul Mufid M.Si, Op Cit, hal 96

[12] Ulya M.Ag, Op Cit, hal 21

[13] Milton D Hunnex, Peta Filsafat, Teraju, Jakarta, 2004, hal 18

[14] Drs.H.Fathul Mufid M.Si, Ibid , hal 111

Tidak ada komentar:

Posting Komentar